Mewaspadai Jurnal-jurnal(an)
Setelah kemarin saya posting di Facebook tentang kehati-hatian dengan jurnal tertentu, saya mendapatkan beberapa pesan yang menanyakan ‘status’ beberapa jurnal atau konferensi. Sebetulnya, sudah banyak artikel tentang jurnal abal-abal, jurnal predator, atau jurnal dengan sebutan-sebutan negatif lainnya. Bahkan banyak yang juga membuat daftar hitam jurnal dan penerbitnya, seperti dapat kita lihat di scholarlyoa.com. Tetapi, masih banyak juga ‘korban’ yang terperangkap oleh terbitan-terbitan semacam ini. Yang mencengangkan adalah bahwa jumlahnya terus meningkat, dan 60% di antaranya dari Asia. Lihat angka-angkanya di sini. Bahkan ada sebuah ‘jurnal’ yang artikel dalam salah satu edisinya, 25% berasal dari Indonesia. Artikel ini membahas indikasi dan cara-cara mudah untuk mendeteksi terbitan seperti ini, terutama jika nama dan penerbitnya belum masuk daftar hitam yang kita punya.
Pertama, sensor kewaspadaan kita harus memberi sinyal jika ada ‘Call for Papers’ email, biasanya setelah kita baru saja mempresentasikan makalah dalam satu konferensi, baik lokal maupun internasional. Terbitan yang berkualitas biasanya kebanjiran artikel dan harus menyeleksi yang terbaik untuk diterbitkan; bukan mencari artikel. Itu logika sederhananya.
Langkah berikutnya adalah berkunjung ke website jurnal tersebut. Kita perlu periksa: Dewan Editor, Kebijakan (terutama tentang Peer Review dan biaya), dan Alamat. Hati-hati agar kita tidak terlena dengan tampilan website yang sophisticated. Website Journal of Life Science and Biomedicine, misalnya, tampak begitu sophisticated, tetapi saya tidak yakin ia adalah terbitan yang bertanggung-jawab. Anda pasti akan terperangah dengan artikel ini.
Selanjutnya, jurnal yang berkualitas, pasti akan teliti dan tidak ceroboh seperti gambar di bawah ini: Menulis namanya sendiri saja keliru! Bagaimana mungkin ia memeriksa dan mereview artikel, kalau memeriksa ejaan di websitenya saja mereka tidak sempat!
Berikutnya, periksa nama-nama yang ada di Dewan Editor. Kita pantas berhati-hati jika mereka berasal dari satu kawasan. Bahkan jika sudah mencakup berbagai kawasan pun, kita masih perlu double-check. Cari profil akademik mereka. Bisa dengan mengunjungi website afiliasinya, atau tanya mbah Google Scholar. Jika memungkinkan, kirim email ke mereka untuk konfirmasi. Sering sekali, pengelola hanya ‘mencatut’ nama-nama mereka. Yang juga sering terjadi adalah, nama yang dicantumkan itu bukan ahli di bidang jurnal tersebut. Misalnya, jurnal tentang teknik informatika, tetapi mencantumkan editor yang ternyata ahli budaya Jawa.
Periksa juga alamat kontak redaksi. Jika hanya mencantumkan email atau PO BOX, ini sinyal kuat untuk meningkatkan kewaspadaan. Tanya Mbah Google Maps untuk melihat, apakah alamat yang dicantumkan itu memang layak disebut sebuah penerbit. Kalau ternyata kompleks perumahaan atau ruko, kewaspadaan kita harus ditingkatkan. Atau tanya sini, untuk melihat di mana website ini didaftarkan. Kalau tidak sinkron, ya lagi-lagi kita perlu waspada.
Okay, indikasi lain yang juga menuntut kewaspadaan kita adalah kualitas bahasa artikel yang diterbitkan. Silahkan perhatikan potongan berikut ini:
Saya tidak yakin artikel ini sudah melalui proses editing, apalagi peer-review. Kesahalan gramatikal masih terlihat jelas.
Baiklah, itu tadi tiga hal yang perlu kita waspadai sebelum kita mengirimkan artikel ke suatu jurnal. Kewaspadaan yang sama juga harus kita jaga ketika kita mengunduh artikel dari suatu jurnal. Tidak semua yang tersedia di Internet itu benar. Kita tetap perlu cek dan ricek, supaya kita tidak ikut terperangkap sebagai korban.
Topik ini akan saya lanjutkan pada posting yang akan datang.