RESENSI BUKU: ICT untuk Sekolah Unggul

Buku terbitan Pustaka Pelajar ini saya beli di TB Karisma, SGM. Cukup murah, Cuma Rp 28.900,-; untuk buku setebal 155 halaman ukuran 145 x 210 mm ini. Judulnya “ICT untuk Sekolah Unggul: Pengintegrasian Teknologi Informasi dalam Pembelajaran”. Keren, kan? Penulisnya: Drs. H. Isjoni, M.Si, Mohd. Arif Hj. Ismail, Ph.D, dan Roslaini Mahmud, Ph.D. Di bagian dalam, tertulis Cetakan I, 2008; walaupun signature di halaman prakata ditulis Juni 2008. Bearti buku baru niy… Tak pikir panjang, saya masukkan buku itu ke tas belanja yang dibawa Dira, anakku.

Buku ini memuat enam bab. Bab 1 diberi judul “Penggunaan ICT dalam Mewujudkan Sekolah Bestari”. Inti dari bab ini adalah: (1) Penggunaan ICT harus diselaraskan dengan visi dan misi sekolah. (2) Posisi kunci suksesnya penggunaan ICT adalah kepala sekolah (3) ICT membawa manfaat: presenting information, quick and automatic completion of routine tasks, dan accessing and handling information. Selain itu, bab ini juga menekankan bahwa guru perlu bersiap menggunakan ICT dalam pekerjaannya. Yang mencengangkan adalah pernyataan:

“Ciri-ciri penting sekolah bestari yang membezakannya dengan sekolah biasa ialah sekolah bestari berasaskan konsep pembelajaran komputer dan multimedia” (hal. 20).

“Sekolah bestari mempunyai infrastruktur pembelajaran yang canggih berasaskan teknologi matlukmat, pengurusan yang cekap dan kepemimpinan yang komited kepada wawasan pembelajaran maya, membangunkan pelbagai kecerdasan, mengembangkan kemhairan berfikir kritis dan kreatif, pembelajaran pintar, menekankan kepada kreativiti dan inovasi pemikiran, proses dan produk”. (hal. 21).

Mmmh… teknologi informasi (sepertinya dalam buku ini dimaknai sebatas komputer dan internet) menjadi syarat utama agar suatu sekolah disebut bestari. Bab ini, namun demikian, tidak secara cukup memaparkan apa yang dapat dilakukan dengan ICT untuk menuju bestari itu. Tiga poin inti di atas sudah menjadi common knowledge, pembaca sudah tahu tanpa harus membaca bab ini. Bab ini akan jauh lebih menarik jika memaparkan hardware, software, dan brainware apa saja yang harus disiapkan.

Bab 2 “Pembestarian Sekolah: Pengintegrasian Teknologi & Cabaran Guru”. Judul ini memperkuat definisi bestari: menggunakan ICT. Bab ini memaparkan proyek Multi Super Corridor (MSC) di Malaysia. Sayangnya, penulis tidak mempertimbangkan kondisi Indonesia, tempat dipasarkannya buku ini. Kondisi Indonesia diasumsikan sama persis dengan kondisi Malaysia. Pada bagian akhir, bab ini menyajikan beberapa model integrasi ICT di sekolah, yaitu: Stages of Instructional Evolution (1985), Technology Integration Planning Model (2004), Integrating Technology for Inquiry Model (1999). Lagi-lagi, penulis tidak menjabarkan ketiga model ini secara rinci, hanya menyebutkan langkah-langkah umum.

Bab 3 “Model Pemilihan dan Penggunaan Media serta Bahan Sumber ICT dalam Pembestarian Pengajaran”. Seperti judulnya, bab ini memaparkan dua model, yaitu ASSURE (1989), Kon Pengalaman Dale (1969). Setelah saya baca, ternyata dua model ini tidak banyak beda dengan tiga model di Bab 2. Bab selanjutnya “Integrasi ICT dalam Pengajaran & Pembelajaran: Perubahan Peranan Guru”. Judulnya bombastis. 5 halaman pertama, sayangnya, isinya tidak berbeda dengan isi bab-bab sebelumnya (terutama bab 1 & 2). Inti dari Bab 4 ini adalah bahwa guru tidak akan tergantikan oleh ICT. Dengan penggunaan ICT peran guru sebagai satu-satunya sumber informasi bergeser. Guru lebih berperan sebagai “fasilitator, pengurus, kaunselor, pendorong, penyelaras bahan ajar… pembimbing, pengemudi, perunding (hal. 81). Bab ini diakhiri dengan himbauan agar guru melengkapi diri dengan ketrampilan menggunakan ICT.

Bab 5 “ICT dalam Pendidikan: Isu dan Cabaran bagi Guru-guru Bahasa Melayu”. Lagi-lagi, bagian pengantar bab ini tidak begitu berbeda dengan bab sebelumnya. Inti Bab ini sebenarnya terringkas pada halaman 101, guru bahasa Melayu harus: mencari dan meneliti laman web yang sesuai dengan topik, mencari & meneliti laman web yang sesuai dengan langkah-langkah pengajaran, mencari lawan web yang sesuai untuk latihan, dan mencari dan meneliti laman web yang sesuai sebagai rujukan tambahan. Setelah itu, diberikan beberapa screenshots situs berita berbahasa Melayu. Sayang sekali, tidak dijabarkan bagaimana situs-situs itu dapat digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran Bahasa Melayu. Tampak sekali bahwa penulis menempatkan guru sebagai konsumen informasi di internet.

Bab terakhir “Projek Berimpak Tinggi: Pemangkin Pelaksanaan Sekolah Bestari”. Mmm… bestari lagi. Bagian awal ini mengupas definisi “bestari’ secara lebih lengkap, dengan rujukan konteks Malaysia. Sisanya adalah paparan pelaksanaan beberapa proyek ICT untuk pendidikan, sekali lagi: di Malaysia; yaitu Penggunaan TV Astro, SMS Sekolah Pressto, SchoolNet, Street Smart, MyGFL, dan Oracle.com. Sayang sekali, tidak dijelaskan contoh-contoh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan proyek-proyek tersebut.

Ada beberapa kesan yang saya tangkap dari buku ini. Pertama, buku ini adalah kumpulan makalah penulisnya dari beberapa presentasinya. Karena itu, banyak sekali informasi yang diulang, terutama di bagian awal setiap bab. Kedua, sebagai buku baru, buku ini sudah “basi” sebelum sempat dicicipi. Bagaimana tidak? Konsep ICT dibatasi sebagai penggunaan komputer, materi di CD-ROM, dan informasi di internet. Intinya, teknologi informasi yang dibahas pada buku ini adalah teknologi masa lalu, jaman behavioristik, atau mungkin sampai jaman ketika communicative teaching and learning masih diagungkan. Buku ini akan lebih sempurna jika memuat juga penggunaan teknologi animasi, NLP, CMC serta teknologi Web 2.0 yang memungkinkan siswa belajar bukan hanya dari gurunya, tetapi juga saling memberi pengetahuan dengan kawan sejawat. Dengan demikian, konsep belajar (socio) constructivism dapat berjalan.

Hal lain yang perlu diperbaiki adalah beberapa salah ketik. Dugaan saya, penulis menyerahkan naskah dalam bentuk hardcopy, lalu penerbit menscan. Akibatnya, banyak kata “dan” berubah menjadi “clan”, karena scanner membaca “d” menjadi dua huruf “c” dan “l”. Sayang sekali, kesalahan ini luput dari perhatian editor; padahal jari saya kurang untuk menghitung kesalahan ini. Kedua, penggunaan bahasa Inggris-pun luput dari perhatian editor; bahkan untuk sesuatu yang amat mendasar. Misalnya, ketika membahasa peran komputer untuk mengakses dan memproses informasi, ditulis assessing and handling information. Padahal, to assess bermakna menguji, memeriksa; berbeda dengan to access.

Terakhir, buku ini sangat Malaysia-minded. Pertama, buku ini ditulis dalam bahasa Melayu. Kedua, semua konteks yang disajikan adalah pengalaman penulis di Malaysia. Dari biodata yang dimuat di bagian akhir buku ini, diketahui bahwa Isjoni dekan FKIP Universitas Riau; berlatar belakang pendidikan S-1 Sejarah (UNRI-1983), S2 Sosioliogi/Antropologi konsentrasi Antropologi Ekonomi Tradisional (UNPAD 1997), sedang kuliah S-3 di Fakulti Pendidikan, Universitas Kebangsaan Malaysia. Arif Hj. Ismail adalah dosen Isjoni di UKM, bergelar PhD bidang Sumber dan Teknologi Maklumat. Sedangkan Rosnaini Mahmud adalah dosen Universiti Putra Malaysia, bergelar PhD dalam bidang Sumber dan Teknologi Maklumat. Rosnaini tertarik dalam bidang TESL, ESP, dan Metodologi Pengajaran dan Pembelajaran.